Sejak didirikan pada 2013 sampai 2018, Telegram sama sekali tidak memiliki pendapatan. Telegram dibangun dengan idealisme aplikasi gratis dan anti iklan demi keamanan pengguna. Selama itu operasional ditanggung oleh pendirinya, Pavel Durov.
Namun, seiring meningkatnya jumlah pengguna, biaya operasional pun makin tinggi. Akhirnya Telegram buka jalur pendanaan ke publik pada tahun 2019. Telegram melakukan Initial Coin Offering (ICO) mata uang kriptonya, yakni Gram. Telegram berhasil meraup dana sebesar Rp 24 triliun dari kripto ini.
Aksi yang Di Tentang
Sayangnya, aksi cari modal Telegram itu ditegur oleh regulator AS pada tahun 2020, karena dianggap tidak transparan dan tidak terdaftar. Telegram pun didenda Rp 261 juta dan harus mengembalikan Rp 17 triliun uang hasil ICO. Setelah itu Telegram mencari dana lewat penerbitan surat utang senilai Rp 14,4 triliun.
Strategi itu dirasa belum cukup untuk memastikan Telegram bisa bertahan. Di tahun 2021, Telegram berencana mulai menerapkan skema monetisasi ke 500 juta pengguna layanannya. Monetisasi adalah proses mendapatkan penghasilan atas produk atau jasa dari penggunanya.
Free Premium
Telegram dikabarkan akan menerapkan skema Freemium (sebagian fitur gratis, sebagian fitur berbayar) dan bahkan akan menyisipkan iklan. Kontradiktif dengna idealisme awal, skema iklan banyak menuai kekhawatiran pengguna.
Namun, Durov meyakinkan skema iklan di Telegram tidak akan mengganggu kenyamanan komunikasi dan tidak memakai data pribadi pengguna.
Berbeda dengan Telegram, Whatsapp sudah mempunyai model monetisasi. Setelah diakuisisi Facebook, monetisasi andalan Whatsapp adalah lewat penjualan Whatsapp Business API, yaitu fitur memudahkan bisnis untuk berkomunikasi ke para calon konsumen.
Isu Monetisasi
Hal ini merupakan salah satu faktor klasik kegagalan perusahaan teknologi. Banyak penyedia aplikasi terlalu fokus membangun produk dan melayani pengguna, tapi gagal menerapkan monetisasi yang tepat. Dana investor yang semakin menipis pada ujungnya tidak dapat menutupi biaya operasional.
Contoh populer kegagalan perusahaan teknologi terkait monetisasi adalah Springpad. Springpad didirikan pada tahun 2008 dengan fitur mirip Pinterest. Berhasil menjawab kebutuhan pasar, Springpad dipakai hingga 5 juta user. Namun harus gulung tikar pada tahun 2016. Menurut pendirinya, Mereka membuat produk yang luar biasa tetapi tidak membangung bisnis.